Sabtu, 16 Juni 2012


1.9   Keberatan dan Banding
Dalam kaitannya dengan pajak, dikenal juga istilah Keberatan dan Banding. Dimana keberatan dan Banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan baik oleh WP maupiun oleh fiskus untuk menyelsaikan sengketa pajaknya. 


1.9.1    Penerimaan Permohonan Pembetulan suatu Ketetapan Pajak/ Secara Jabatan
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.

Sifat pembetulan ketetapan pajak:
a.       Direktur   Jenderal   Pajak   karena   jabatan   atau   atas   permohonan   Wajib   Pajak  dapat    membetulkan    Surat    ketetapan    pajak,   Surat    Tagihan    Pajak,    Surat  Keputusan    Keberatan,    Surat    Kaputusan    Pengurangan    atau    Pembatalan  Ketetapan   Pajak   yang   Tidak   Benar,   atau   Surat   Keputusan   Pengembalian  Pendahuluan  Kelebihan  Pajak,  yang  dalam  penerbitannya  terdapat  kesalahan  tulis,   kesalahan   hitung,   dan/atau   kekeliruan   penerapan   ketentuan   tertentu  dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.      Pembetulan  ketetapan  pajak  dilaksanakan  dalam  rangka  menjalankan  tugas  pemerintahan  yang  baik,  sehingga  apabila  terdapat  kesalahan  atau  kekeliruan  yang    sifatnya    manusiawi    dalam    suatu    ketetapan    pajak    perlu    dibetulkan  sebagaimana mestinya.
c.       Sifat   kesalahan   atau   kekeliruan   tersebut   tidak   mengandung   persengketaan  artara fiskus dengan Wajib Pajak.

Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak

Ruang  lingkup  pembetulan  ketetapan  pajak  terbatas  pada  kesalahan  atau  kekeliruan  sebagai akibat dari :
a.       Kesalahan  tulis ,  yaitu  antara  lain  kesalahan  yang  dapat  berupa  nama,  alamat,  Nomor  Pokok  Wajib  Pajak,  nomor  surat  ketetapan  pajak,  Jenis  Pajak,  Masa  atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.      Kesalahan  hitung,  yaitu  kesalahan  yang  berasal  dari  penjumlahan  dan  atau  pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan;
c.       Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-  undangan   perpajakan,   yaitu   kekeliruan   dalam   penerapan   tarif,   kekeliruan  penerapan   persentase   Norma   Penghitungan   Penghasilan   Neto,   kekeliruan  penerapan   sanksi   administrasi,   kekeliruan   Penghasilan   Tidak   Kena   Pajak,  kekeliruan pengurangan Pajak Pengasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan  dalam pengkreditan.


1.9.2    Proses Pembetulan Suatu Ketetapan Pajak
Permohonan pembetulan oleh WP harus disampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak (STP), atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan yang diajukan pembetulan, dengan ketentuan sebagai berikut :




a
1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, STP, atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan;




b
Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya; dan




c
Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP, surat permohonan tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus.




Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohon pembetulan diterima, harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhir jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut Direktorat Jenderal Pajak wajib menerbitkan surat keputusan pembetulan tersebut.

http://pajakinnet.wordpress.com/2012/01/01/pembetulan-ketetapan-pajak-pengurangan-atau-penghapusan-sanksi-administrasi-dan-pengurangan-atau-pembatalan-ketetapan-pajak/

1.9.3    Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peratuaran perundang-undangan perpajakn kemungkinan terjadi bahwa WP merasa kurang puas atas suatu ketetapan  pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongn/pemungutan pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dimana WP tersebut terdaftar.

Upaya hukum keberatan dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Peradilan administrasi  seperti ini lazim disebut  quasi peradilan/peradilan doleansi (peradilan administrasi tidak murni), dimana:
a. Tidak ada sidang peradilan;
b. Tidak ada panitera sidang;
c. Tidak ada saksi maupun saksi ahli;
d. Tidak mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa;
e. Tidak ada pembacaan keputusan; dan
f. Keputusan dibuat oeh Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan.

Ketentuan mengenai keberatan diatur dalam Pasal 25 UU KUP dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007. Pasal 25 UU KUP No. 28 Tahun 2007 secara lengkap  berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan  ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.

 Ayat (4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan suratkeberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawaiDirektorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima suratkeberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos denganbukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda buktipenerimaan surat keberatan.

Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulishal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, ataupemotongan atau pemungutan pajak.

Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.

Pihak yang mengajukan keberatan adalah:
a. Bagi WP Badan oleh Pengurus
b. Bagi WP orang pribadi oleh WP yang bersangkutan
c. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka di atas dengan surat kuasa khusus pengajuan keberatan

Syarat–syarat mengajukan keberatan:
a.    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b.   mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong  atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c.    (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
d.   Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e.   diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
f.     surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.

Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.

Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi  persyaratan di atas, maka bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.

Jangka waktu pengajuan keberatan:
1.   Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim  surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
2.    Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
3.    Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Keputusan Keberatan

1.   Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan  sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
2.    Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
3.    Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
4.    Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua, yaitu Wajib Pajak harustetap melunasi utang pajak  sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan atau Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar