1.9 Keberatan dan Banding
Dalam kaitannya dengan pajak, dikenal juga istilah Keberatan dan Banding. Dimana keberatan dan Banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan baik oleh WP maupiun oleh fiskus untuk menyelsaikan sengketa pajaknya.
1.9.1 Penerimaan Permohonan Pembetulan suatu
Ketetapan Pajak/ Secara Jabatan
Apabila
terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur
Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.
Sifat pembetulan
ketetapan pajak:
a.
Direktur
Jenderal Pajak karena jabatan
atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat membetulkan Surat
ketetapan pajak, Surat
Tagihan Pajak, Surat
Keputusan Keberatan,
Surat Kaputusan
Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak yang Tidak
Benar, atau Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan
tulis, kesalahan hitung,
dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b.
Pembetulan ketetapan
pajak dilaksanakan dalam rangka menjalankan
tugas pemerintahan yang baik, sehingga
apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang
sifatnya manusiawi dalam
suatu ketetapan pajak
perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
c.
Sifat
kesalahan atau kekeliruan
tersebut tidak mengandung
persengketaan artara fiskus dengan Wajib Pajak.
Ruang
lingkup pembetulan ketetapan pajak
Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari :
a.
Kesalahan tulis ,
yaitu antara lain kesalahan yang dapat
berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib
Pajak, nomor surat ketetapan pajak, Jenis
Pajak, Masa atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.
Kesalahan hitung,
yaitu kesalahan yang berasal dari
penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau
pembagian suatu bilangan;
c.
Kekeliruan dalam penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang- undangan
perpajakan, yaitu kekeliruan
dalam penerapan tarif, kekeliruan
penerapan persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto,
kekeliruan penerapan sanksi
administrasi, kekeliruan Penghasilan
Tidak Kena Pajak, kekeliruan pengurangan Pajak
Pengasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan.
1.9.2 Proses Pembetulan Suatu Ketetapan Pajak
Permohonan pembetulan oleh WP
harus disampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan surat
ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak (STP), atau surat keputusan lain yang
terkait dengan bidang perpajakan yang diajukan pembetulan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
|
|||
a
|
1 (satu) permohonan diajukan untuk
1 (satu) surat ketetapan pajak, STP, atau surat keputusan lain yang terkait
dengan bidang perpajakan;
|
||
b
|
Permohonan harus diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya;
dan
|
||
c
|
Surat permohonan ditandatangani
oleh WP dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP, surat
permohonan tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus.
|
||
Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohon pembetulan diterima,
harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan
yang diajukan dianggap dikabulkan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak
berakhir jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut Direktorat Jenderal Pajak wajib
menerbitkan surat keputusan pembetulan tersebut.
|
http://pajakinnet.wordpress.com/2012/01/01/pembetulan-ketetapan-pajak-pengurangan-atau-penghapusan-sanksi-administrasi-dan-pengurangan-atau-pembatalan-ketetapan-pajak/
1.9.3 Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peratuaran
perundang-undangan perpajakn kemungkinan terjadi bahwa WP merasa kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang
dikenakan kepadanya atau atas pemotongn/pemungutan pihak ketiga. Dalam hal ini
WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dimana WP
tersebut terdaftar.
Upaya hukum keberatan
dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat
Jenderal Pajak. Peradilan administrasi
seperti ini lazim disebut quasi
peradilan/peradilan doleansi (peradilan administrasi tidak murni), dimana:
a. Tidak ada sidang peradilan;
b. Tidak ada panitera
sidang;
c. Tidak ada saksi maupun
saksi ahli;
d. Tidak mempertemukan
pihak-pihak yang bersengketa;
e. Tidak ada pembacaan
keputusan; dan
f. Keputusan dibuat oeh
Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan.
Ketentuan mengenai keberatan diatur dalam Pasal
25 UU KUP dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan
Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007. Pasal 25 UU KUP No. 28 Tahun 2007
secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak
Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau
pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan perpajakan.
Ayat (2): Keberatan diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang,
jumlah pajak yang dipotong atau dipungut,
atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak
dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau
sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi
pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.
Ayat
(4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksudpada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan
suratkeberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan
yang diberikan oleh pegawaiDirektorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk
menerima suratkeberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos
denganbukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atauberdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda buktipenerimaan surat keberatan.
Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib
Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulishal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan rugi, ataupemotongan atau pemungutan pajak.
Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dan ayat (1a).
Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak
ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
(lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.
Pihak yang mengajukan keberatan adalah:
a. Bagi WP Badan oleh
Pengurus
b. Bagi WP orang pribadi
oleh WP yang bersangkutan
c. Pihak yang
dipotong/dipungut oleh pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk
oleh mereka di atas dengan surat kuasa khusus pengajuan keberatan
Syarat–syarat mengajukan keberatan:
a.
diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia;
b.
mengemukakan jumlah pajak yang
terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi
menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c.
(satu) surat keberatan diajukan
hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak,
atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
d.
Wajib Pajak telah melunasi pajak
yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib
Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e.
diajukan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal
pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
f.
surat keberatan ditandatangani
oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
Dalam hal surat keberatan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak
dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terlampaui.
Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian
perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
Pengajuan keberatan yang
tidak memenuhi persyaratan di atas, maka
bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Jangka waktu pengajuan keberatan:
1.
Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali
apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
2.
Untuk surat keberatan yang
disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan
pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
3.
Untuk surat keberatan yang
disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan
dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan
pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
Keputusan Keberatan
1.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
2.
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
3.
Apabila jangka waktu
tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan
dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai
dengan keberatan Wajib Pajak.
4.
Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan
keputusan menolak keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua, yaitu
Wajib Pajak harustetap melunasi utang pajak sebesar yang tercantum dalam keputusan
keberatan atau Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
0 comments:
Posting Komentar