Rabu, 20 Juni 2012

ketentuan mengenai keberatan


Keberatan

Dalam pelaksanaan ketentuan peratuaran perundang-undangan perpajakn kemungkinan terjadi bahwa WP merasa kurang puas atas suatu ketetapan  pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongn/pemungutan pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dimana WP tersebut terdaftar.

Upaya hukum keberatan dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Peradilan administrasi  seperti ini lazim disebut  quasi peradilan/peradilan doleansi (peradilan administrasi tidak murni), dimana:
a. Tidak ada sidang peradilan;
b. Tidak ada panitera sidang;
c. Tidak ada saksi maupun saksi ahli;
d. Tidak mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa;
e. Tidak ada pembacaan keputusan; dan
f. Keputusan dibuat oeh Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan.

Ketentuan mengenai keberatan diatur dalam Pasal 25 UU KUP dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007. Pasal 25 UU KUP No. 28 Tahun 2007 secara lengkap  berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan  ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.

Ayat (4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan suratkeberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawaiDirektorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima suratkeberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos denganbukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda buktipenerimaan surat keberatan.

Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulishal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, ataupemotongan atau pemungutan pajak.

Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.

Pihak yang mengajukan keberatan adalah:
a. Bagi WP Badan oleh Pengurus
b. Bagi WP orang pribadi oleh WP yang bersangkutan
c. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka di atas dengan surat kuasa khusus pengajuan keberatan

Syarat–syarat mengajukan keberatan:
a.    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b.   mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong  atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c.    (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
d.   Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e.   diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
f.     surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.

Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.

Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi  persyaratan di atas, maka bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.

Jangka waktu pengajuan keberatan:
1.   Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim  surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
2.    Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
3.    Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Keputusan Keberatan

1.   Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan  sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
2.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
3. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
4. Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua, yaitu Wajib Pajak harustetap melunasi utang pajak  sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan atau Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.



TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN KEBERATAN PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DI KANWIL

Dasar Hukum :

1.   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak
2.     Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-297/PJ/2002 tanggal 5 Juni 2002 tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada Para Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak s.t.d.d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-68/PJ/2007
3.  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ.07/2007 tanggal 8 Oktober 2007 tentang Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak, Keberatan, Pengurangan, atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan NIlai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Surat Edaran Terkait :

1.       Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Percepatan Jangka Waktu Penyelesaian Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak
2.       Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.07/2007 tanggal 8 Oktober 2007 tentang Prosedur penanganan Pembetulan Pembetulan Ketetapan Pajak, Keberatan, Pengurangan, atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Pihak yang Terkait :
1.       Kepala Kantor Wilayah
2.       Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding
3.       Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding
4.     Tim Peneliti (terdiri atas Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding sebagai Supervisor,   Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding sebagai Ketua Tim, dan Penelaah Keberatan sebagai Anggota Tim)
5.       Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding
6.       Kantor Pelayanan Pajak
7.       Wajib Pajak
8.       Tim Pemeriksa
9.       Pihak Lain


Formulir yang Digunakan :

1.       Surat Pengantar
2.       Surat Keberatan dari Wajib Pajak
3.       Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD)
4.       Lembar Isian Surat Keberatan (Lampiran V.12 SE-02/PJ.07/2007)
5.       Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal (Lampiran V.13)
6.       Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas (Lampiran V.1)
7.       Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan (Lampiran V.2 )
8.       Copy Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) lengkap

Prosedur Kerja :
1.  Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan Surat Pengantar, Surat Permohonan Keberatan dari Wajib Pajak, Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD), Lembar Isian Surat Keberatan, Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal, Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas, Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan, dan copy Laporan Pemeriksaan Pajak lengkap (SOP Tata Cara Penyelesaian Permohonan Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP) kepada Kantor Wilayah.
2.  Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding menerima berkas dalam point 1 yang telah didisposisi oleh Kepala Kantor Wilayah (SOP Penerimaan Dokumen di Kanwil) serta menugaskan dan memberikan disposisi kepada Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk memprosesnya.
3.     Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding meneliti permohonan keberatan dan menugaskan Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk membuat konsep Surat Pemberitahuan Penerimaan Berkas untuk dikirim kepada Kantor Pelayanan Pajak pengirim. Dalam hal Kantor Wilayah menerima berkas yang bukan merupakan kewenangannya, Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding menugaskan Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk memproses juga konsep Surat Penerusan Berkas untuk dikirim ke unit yang berwenang. Dalam hal permohonan keberatan menjadi kewenangan Kantor Wilayah, Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding meneruskan ke Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk ditentukan nama-nama yang akan dimasukkan dalam Tim Peneliti.
4.  Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding membuat konsep Surat Pemberitahuan Penerimaan Berkas atau Penerusan Berkas dan meneruskan ke Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding.
5.     Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding meneliti dan memaraf konsep surat tersebut dan meneruskan ke Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding.
6.   Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding menelaah dan memaraf konsep surat tersebut dan meneruskan ke Kepala Kantor Wilayah.
7.   Kepala Kantor Wilayah menyetujui dan menandatangani Surat Pemberitahuan Penerimaan Berkas atau Penerusan Berkas.
8.  Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding menatausahakan dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Penerimaan Berkas ke KPP pengirim, dan Surat Penerusan Berkas ke unit yang berwenang (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil).
9.    Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding menentukan nama-nama dalam Tim Peneliti, dan menugaskan kepada Kepala Seksi untuk membuat Surat Tugas.
10. Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding menugaskan Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk membuat konsep Surat Tugas.
11. Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding membuat konsep Surat Tugas dan meneruskan konsep tersebut ke Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding.
12. Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding meneliti dan memaraf konsep Surat Tugas serta meneruskan konsep tersebut ke Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding.
13. Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding menelaah dan memaraf konsep Surat Tugas serta meneruskan konsep tersebut ke Kepala Kantor Wilayah.
14.  Kepala Kantor Wilayah menyetujui dan menandatangani Surat Tugas.
15. Tim Peneliti berdasarkan Surat Tugas yang diterima kemudian melakukan penelitian dalam rangka pemrosesan keberatan sesuai dengan prosedur yang disebutkan dalam Lampiran II SE-02/PJ.07/2007, yang terdiri dari:
a. Peneliti memulai pencatatan setiap pelaksanaan tahapan penelitian pada Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan (Lampiran V.2)
b.      Pembuatan analisis dan permintaan penjelasan dan atau pembuktian:
1)   Peneliti melakukan analisis dan membuat Matrik Sengketa Keberatan (Lampiran V.6.a)
2)  Apabila dibutuhkan, Peneliti dapat meminta penjelasan dan atau pembuktian kepada Wajib Pajak dengan membuat Permintaan Penjelasan dan atau Pembuktian (Lampiran V.17).
3)  Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan Wajib Pajak tidak memberikan respon, Peneliti dapat membuat Permintaan Penjelasan dan atau Pembuktian (permintaan kedua) kepada Wajib Pajak (Lampiran V.18)
4)    Dalam hal masih masih diperlukan tambahan penjelasan dan atau pembuktian ke dua, Peneliti dapat membuat Permintaan Penjelasan dan atau Pembuktian Tambahan kepada Wajib Pajak (Lampiran V.19)
5)    Dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan respon dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Permintaan Penjelasan dan atau Pembuktian (permintaan kedua) atau Permintaan Penjelasan dan atau Pembuktian Tambahan, Peneliti membuat Berita Acara Tidak Memberikan Penjelasan dan atau Pembuktian (Lampiran V.20).
c.       Pembahasan sengketa perpajakan:
1)  Peneliti membuat Undangan Pembahasan Sengketa Perpajakan (Lampiran V.21 dan V.22) untuk memanggil Wajib Pajak atau Pemeriksa atau pihak lain untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan.
2)  Peneliti membuat Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan (Lampiran V.23). Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan ini ditandatangai oleh pihak-pihak yang hadir dalam pembahasan.
d.      Pembuatan Kertas Kerja Penelitian dan Laporan Penelitian Keberatan :
1)      Peneliti membuat Kertas Kerja Penelitian Keberatan (Lampiran V.24)
2)      Peneliti membuat Laporan Penelitian Keberatan (Lampiran V.25).
e.      Pengiriman Surat Pemberitahuan Hasil Penelitian dan Pembahasan Akhir:
1)   Peneliti membuat Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan, Permintaan Tanggapan dan Undangan Menghadiri Pembahasan Akhir (Lampiran V.26), Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan (Lampiran V.27), Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan (Lampiran V.28).
2)    Peneliti setelah meneliti tanggapan tertulis Wajib Pajak dapat melakukan pembahasan akhir.
3)      Peneliti melakukan pembahasan akhir
4)   Apabila Wajib Pajak hadir dan memberikan tanggapan tertulis, Peneliti membuat Berita Acara Hasil Penelitian Keberatan (Lampiran V.29) dan membuat Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan (Lampiran V.30).
5)    Apabila Wajib Pajak tidak hadir dan tidak memberikan tanggapan tertulis, Tim Peneliti membuat Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak dan Tidak Memberikan Tanggapan Tertulis (Lampiran V.31) dan membuat Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan (Lampiran V.30).
6)   Apabila Wajib Pajak hadir tetapi tidak memberikan tanggapan tertulis atau Wajib Pajak tidak hadir tetapi memberikan tanggapan tertulis, Tim Peneliti membuat Berita Acara Memberikan/Tidak Memberikan dan Kehadiran/Ketidakhadiran Wajib Pajak (Lampiran V.32) dan membuat Daftar Hasil Akhir Penelitian (Lampiran V.30)
7)  Apabila Wajib Pajak hadir dan memberikan/tidak memberikan tanggapan tertulis, namun tidak bersedia menandatangani Berita Acara dalam Lampiran V.29 dan Lampiran V.32, Tim Peneliti membuat Berita Acara Tidak Bersedia Menandatangani Berita Acara Pembahasan dan membuat Daftar Hasil Akhir Penelitian (Lampiran V.30)
8)    Apabila Wajib Pajak hadir, Tim Peneliti menyampaikan Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan (Lampiran V.30) langsung kepada Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak hadir, Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan akan dikirim sebagai lampiran Surat Keputusan Keberatan.
f.        Membuat Surat Keputusan Keberatan (Lampiran V.34, V.35 atau V.36), dibuat rangkap 3 (tiga) yang peruntukannya sebagai berikut:
-          Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak
-          Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak penerbit ketetapan pajak
-          Lembar ke-3 untuk arsip
g.  Menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak (Lampiran V.37)
h.   Tim Peneliti dapat mengajukan permintaan untuk dilakukan pemeriksaan dalam rangka Keberatan (Lampiran V.38)
i.      Apabila dalam proses keberatan terdapat data/bukti baru atau data yang sebelumnya belum terungkap dalam proses pemeriksaan, Tim Peneliti dan mengirimkan data tersebut ke unit pemeriksa yang bersangkutan (Lampiran V.39)
16. Kepala Kantor Wilayah menyetujui dan menandatangani Laporan Penelitian Keberatan dan Surat Keputusan Keberatan.
17. Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding menatausahakan dan mengirimkan Surat Keputusan Keberatan ke Wajib Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak penerbit surat ketetapan pajak melalui Bagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil).
18.   Proses selesai.
















sumber: SOP DJP di KPP, Kantor Wilayah, dan Kantor Pusat DJP


Selasa, 19 Juni 2012

Sidang Banding




Banding di Pengadilan Pajak

Dasar Hukum
Pasal 1, 35, 36, 37, 38, 39, 44, 45 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.

Apa yang perlu diketahui tentang Banding di Pengadilan Pajak?
1.     Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2.     Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3.     Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan. Surat Uraian Banding adalah surat Terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
4.     Surat Bantahan adalah surat dari pemohon banding kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat bantahan.
5.     Tanggal terima adalah tanggal stempel Pos pengiriman, tanggal faksimilie atau dalam hal diterima secara langsung adalah pada saat surat atau Putusan diterima secara langsung.

Syarat Pengajuan Surat Banding
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.     Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
3. Banding diajukan dengan disertai alas an-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal tanggal terima surat keputusan yang dibanding.
4.     Pada Surat Banding dilampirkan Salinan Keputusan yang disbanding.
5.  Banding hanya dapat diajukan apabila besarnya jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% lima puluh persen) dengan melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pemindah Bukuan (Pbk).

Pemprosesan Surat Banding
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2.     Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan
a.     Salinan keputusan yang disbanding
b.   Bukti pembayaran sebesar 50 % dari pajak yang terutang yang dibanding Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT, Laporan Keuangan dll.
3. Pemohon Banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima Keputusan yang dibanding.
4. Paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding mendapat pemberitahuan sidang.

Siapa yang mengajukan Banding?
1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya.
2.   selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau Pengampunya dalam hal pemohon Banding Pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Hak-hak Pemohon Banding
1.     Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima keputusan yang dibanding.
2.     Pemohon Banding dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Banding.
3.     Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
4.     Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
5.     Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
6.     Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.

Pencabutan Banding
1.   Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
2.  Banding yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum siding dilaksanakan dan putusan Majelis.Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam siding atas persetujuan terbanding.
3.  Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan kembali.

Pengecualian
1.  Pengajuan Banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan pemohon banding.
2.  Pemohon Banding tidak harus melampirkan bukti pembayaran 50 % pajak yang terutang, sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Hal-hal lain yang perlu diketahui
1.  Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding kepada Terbanding dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding lengkap.
2.    Dalam hal pemohon banding melengkapi surat atau dokumen susulan, jangka waktu 14 hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding menyerahkan Surat Uraian Banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Uraian Banding.
4.   Salinan Surat Uraian Banding oleh Pengadilan Pajak dikirimkan      kepada Pemohon Banding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5.    Pemohon Banding memberikan tanggapan/bantahan atas Surat Uraian Banding yang diterimanya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Bantahan.
6. Meskipun Terbanding atau Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan banding.



Persiapan Persidangan (Pasal 44, 45 & 48)

1.
Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2.
Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak, jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
3.
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu :

a.
3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau

b.
1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4.
Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
5.
Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan.
6.
Salinan Surat Bantahan dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7.
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan di atas, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
8.
Majelis / Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diteriamnya Surat Banding.
9.
Dalam hal Gugatan, Majelis / Hakim Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga ) bulan sejak tanggal diterima Surat Gugatan.











(Sumber: Seri-01 Banding di Pengadilan Pajak)